Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Kamis, 23 Mei 2019 08:20 WIB / pepy nofriandi

PEROLEH TAMBAHAN ANGGARAN LEWAT BA BUN, MA PRIORITASKAN IMPLEMENTASI E-COURT DAN PERUMAHAN HAKIM

PEROLEH TAMBAHAN ANGGARAN LEWAT BA BUN, MA PRIORITASKAN IMPLEMENTASI E-COURT DAN PERUMAHAN HAKIM

Jakarta—Humas: Pemerintah memberikan tambahan anggaran kepada Mahkamah Agung sebesar 413 milyar rupiah lewat BA BUN. Tambahan tersebut mayoritas akan dipergunakan untuk memastikan kesiapan pengadilan-pengadilan menerapkan pengadilan elektronik (e-court). Sisanya akan dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hakim melalui penyediaan bantuan sewa rumah bagi hakim yang tidak mendapatkan rumah dinas, renovasi rumah dinas hakim yang mengalami kerusakan, serta penyediaan sarana laptop bagi hakim untuk memperkuat implementasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).

Demikian disampaikan oleh Sekretaris Mahkamah Agung, A. S. Pudjoharsoyo dalam rapat koordinasi bersama jajaran Badan Urusan Administrasi (BUA) Rabu (22/05/2019) kemaren di ruang kerjanya.

Penambahan anggaran melalui BA BUN ini, menurut Pudjoharsoyo, berbeda dengan melalui penganggaran kementerian/lembaga (K/L). Peruntukannya bersifat terbatas dan harus dipergunakan secara optimal agar dapat terserap habis sesuai dengan maksud peruntukannya.

Dua Prioritas Peruntukan

Oleh karena peruntukannya terbatas dan tidak dapat direvisi, tambahan anggaran tersebut akan diperuntukkan bagi pembiayaan program prioritas Mahkamah Agung menuju era baru peradilan modern berbasis teknologi informasi terpadu. “Prioritas tersebut antara lain memperkuat kesiapan implementasi e-court di pengadilan tingkat pertama dan banding serta penyediaan bantuan sewa rumah hakim dan renovasi rumah dinas hakim,” ungkap Pudjoharsoyo.

Untuk memperkuat kesiapan implementasi e-court Mahkamah Agung mengalokasikan 70 persen dari total tambahan anggaran tersebut atau sekitar 293 milyar rupiah. “Pimpinan Mahkamah Agung sudah mencanangkan agar per 13 Juli 2019 seluruh pengadilan di Indonesia sudah siap untuk menerapkan e-court,” ujar Pudjoharsoyo.

Kesiapan tersebut, lanjut Pudjoharsoyo, bukan hanya pada aspek teknologi informasinya saja, tetapi juga kesiapan sarana dan prasarana serta sumber daya manusianya di pengadilan, baik tingkat pertama maupun banding.

Karena itu, lingkup pengembangan e-court yang akan didukung oleh tambahan anggaran tersebut mencakup pengadaan jaringan internet untuk 85 pengadilan baru, penambahan daya listrik untuk 910 satuan kerja tingkat pertama dan banding, penambahan bandwidth, pengadaan server, rak server dan UPS server, sewa mesin fotokopi yang berfungsi sekaligus sebagai mesin scan, pengadaan personal computer (PC) untuk pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) beserta UPS-nya, pengadaan LCD untuk memonitor implementasi e-court dan SIPP di tingkat banding serta pengadaan corner e-court (layanan e-court mandiri) di pengadilan.

Karena penambahan anggaran ini akan mulai efektif per 1 Juni 2019, Pudjoharsoyo berharap agar target pimpinan Mahkamah Agung untuk implementasi pengadilan elektronik (e-court) di pengadilan pada bulan Juli 2019 dapat tercapai. “Ini menjadi wujud nyata dari komitmen kita untuk menuju era baru peradilan modern berbasis teknologi informasi,” tegas Pudjoharsoyo.

Sementara itu, prioritas berikutnya berkaitan dengan perumahan hakim selaku pelaksana kekuasaan kehakiman. Oleh karena jumlah rumah dinas yang tersedia saat ini belum sebanding dengan jumlah hakim, maka perlu dipikirkan mekanisme lain untuk mengatasi kekurangan rumah dinas ini. “Pemberian bantuan sewa rumah bagi hakim yang tidak menempati rumah dinas merupakan salah satu solusinya,” ujar mantan Ketua PN Pekanbaru tersebut.

Adapun bagi hakim yang menempati rumah dinas, dialokasikan dana untuk renovasi rumah dinas yang prosentase kerusakannya berkisar antara 45% sampai 65%. Di bawah itu masih dapat menggunakan biaya pemeliharaan.

“Bantuan sewa rumah ini tidak berlaku bagi hakim yang di tempat kerjanya memiliki rumah sendiri,” ujar Pudjoharsoyo menjelaskan.

Di luar kedua prioritas ini, Mahkamah Agung juga mengalokasikan anggaran tambahan tersebut untuk rehab gedung Pengadilan Tata Usaha Mataram yang terkena musibah gempa Lombok beberapa waktu lalu.

Peluang Sekaligus Tantangan

Menurut Pudjoharsoyo, perolehan tambahan anggaran ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Mahkamah Agung. “Peluang karena target Mahkamah Agung untuk implementasi e-court dan memberikan kesejahteraan bagi hakim terbuka lebar dengan adanya penambahan anggaran ini,” ungkap Pudjoharsoyo.

Betapa tidak, lanjut Pudjoharsoyo, selama beberapa tahun terakhir anggaran Mahkamah Agung cenderung stagnan, meskipun terdapat penambahan satuan kerja baru sebanyak 85 satuan kerja. Hal ini menjadi dinamika tersendiri bagi Mahkamah Agung untuk mengalokasikan anggaran yang dimilikinya.

Kendati demikian, peluang ini juga sekaligus tantangan bagi Mahkamah Agung dalam pengelolaan anggaran. Karena penambahan anggaran ini akan berimplikasi pada tiga hal sekaligus. Pertama, kualitas perencanaan dan penganggaran (quality of planning and budgeting). Oleh karena penambahan anggaran melalui BA BUN ini bersifat terbatas dan tidak memungkinkan untuk direvisi, maka Mahkamah Agung dituntut untuk membuat perencanaan yang matang dengan dukungan pendataan yang akurat.

Kedua, masih berkaitan dengan poin pertama, dengan perencanaan yang matang dan terukur, maka suatu kementerian/lembaga dapat mencapai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) yang lebih baik. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.05/2018 tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Belanja K/L, Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) adalah indikator yang ditetapkan oleh kementerian keuangan selaku BUN untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga dari sisi kesesuaian terhadap perencanaan, efektifitas pelaksanaan anggaran, dan kepatuhan terhadap regulasi.

“Kita berharap dengan perencanaan yang baik kita dapat meraih IKPA yang lebih baik,” ujar Pudjoharsoyo.

Dan ketiga, pencapaian outcome dari penambahan anggaran, terutama dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pencari keadilan dan meningkatkan indeks persepsi korupsi di lingkungan peradilan.

“Dalam hal ini, Mahkamah Agung tetap berkomitmen untuk mempertahakan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang telah diraihnya selama 6 tahun berturut-turut serta meningkatkan indeks SAKIP yang diraih tahun lalu,” pungkas Pudjoharsoyo.

Himbauan Penundaan Revisi Anggaran

Berkaitan dengan penambahan anggaran Mahkamah Agung melalui BA BUN tersebut, Sekretaris Mahkamah Agung telah mengeluarkan surat bernomor 682/SEK/OT.01.1/5/2019 tentang Penundaan Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2019 tertanggal 22 Mei 2019 yang ditujukan kepada Sekretaris Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding untuk empat lingkungan peradilan.

Himbauan tersebut berisikan agar satuan kerja pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding tidak melakukan revisi baik POK maupun revisi ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setempat sampai dengan tanggal 21 Juni 2019 untuk kelancaran proses pergeseran anggaran untuk pemenuhan sarana dan prasarana Sistem Informasi Penelusuran Perkara dan sarana e-court serta biaya operasional untuk penambahan bandwidth, langganan daya dan jasa (listrik dan internet), sewa foto kopi dan sewa rumah dinas. (Humas/Mohammad Noor/RS)

 




Kantor Pusat