MA HADIRI RAPAT KONSOLIDASI DENGAN DPR TERKAIT RUU JABATAN HAKIM
Humas-Jakarta: Mahkamah Agung yang diwakili Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Dr. H. Hasbi Hasan, S.H., M.H, didampingi oleh Tim Advokasi Biro Hukum dan Humas MA, D.Y. Witanto, S.H, Jimmy Maruli, S.H., M.H, dan Martha Satria Putra, S.H., M.H, yang diselenggarakan oleh Sekretariat Jenderal DPR RI pada tanggal 23 April 2019 bertempat di Ruang Rapat Gedung Nusantara DPR RI.
Rapat konsolidiasi tersebut terkait dengan 20 (dua puluh) RUU yang menjadi prioritas dan telah masuk ke tahap pembahasan Komisi III di tahun 2019, termasuk salah satunya adalah RUU tentang Jabatan Hakim.
Dari 54 RUU yang menjadi prioritas tahun 2019, sebanyak 19 RUU masih dalam tahap penyusunan, 4 RUU sedang menunggu surat dari Presiden, 20 RUU sedang dalam tahap pembahasan, 4 RUU sedang menunggu DIM dan 7 RUU sudah disetujui DPR.
Rapat konsolidasi ini bertujuan untuk meminta keterangan dan masukan dari pihak-pihak terkait atas berbagai isu krusial yang belum terselesaikan dalam substansi RUU yang menjadi bahan pembahasan dalam rapat komisi di DPR.
Hasbi Hasan menyampaikan bahwa Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) telah mengeluarkan pendapat resmi berdasarkan Hasil Munas IKAHI tahun 2016 di Lombok terhadap beberapa materi dalam RUU Jabatan Hakim sebagai berikut:
1. Menolak pengurangan usia pensiun hakim dan hakim agung karena tidak didasarkan pada landasan Yuridis, filosofis, Sosiologis dan historis, dan akan sangat berdampak pada kekurangan hakim dan kinerja hakim, selain itu selama 7 tahun sempat tidak ada penerimaan hakim tingkat pertama, sementara Mahkamah Agung pada tahun 2018 telah meresmikan 85 pengadilan baru.
2. Menolak tinjauan periodisasi bagi hakim agung karena akan terbuka peluang dan ruang intervensi ekstra judisial baik langsung maupun tidak langsung.
3. Menolak sistem rekruitmen dan mutasi oleh Mahkamah Agung bekerjasama dengan KY karena bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 dan semangat Reformasi Kekuasaan Kehakiman Satu atap (one roof system)
4. Persyaratan peserta Seleksi Pendidikan Calon Hakim pertama harus dari fress graduate karena terkait dengan pembentukan jiwa profesi hakim. Dalam peradilan Militer harus dari Korps hukum ketiga angkatan.
5. Menolak sistem Pengawasan Prilaku hakim “hanya” oleh KY karena menghilangkan sistem pengawasan internal Mahkamah Agung. Tetap mempertahankan Peraturan Bersama antara MA dengan KY dengan membangun komunikasi yang intensif.
6. Menolak Penilaian Kinerja Teknis Peradilan terhadap Hakim Tinggi dan terhadap Hakim Tingkat Pertama karena bertentangan dengan independensi kekuasaan kehakiman dan membuka ruang bagi upaya intervensi internal terhadap hakim.
Atas penyampaian tersebut pihak Sekretariat Jenderal DPR RI memberikan apresiasi kepada Mahkamah Agung dan akan menyampaikan poin-poin krusial tersebut dalam rapat pembahasan di komisi III DPR. (Dy/RS)