Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Selasa, 23 Oktober 2018 08:06 WIB / pepy nofriandi

KETUA MAHKAMAH AGUNG : PENGADILAN BARU UNTUK PENINGKATAN AKSES TERHADAP KEADILAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG : PENGADILAN BARU UNTUK PENINGKATAN AKSES TERHADAP KEADILAN

Melonguane - Humas: Pembentukan 85 pengadilan baru dimaksudkan untuk meningkatkan akses terhadap keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. Akses tersebut meliputi keterjangkauan pengadilan oleh masyarakat dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, terutama hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung, Yang Mulia Prof. DR. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H saat meresmikan operasionalisasi 85 pengadilan baru di Melonguane, Kepulauan Talaud, Senin (22/10/2018).

Menurut Hatta Ali, akses terhadap keadilan merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia yang secara geografis merupakan negara kepulauan. “Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari atas gugusan pulau dan karakter daratan yang banyak dilewati oleh kawasan pegunungan dan dataran tinggi merupakan tantangan tersendiri bagi masyarakat yang berdomisili di daerah-daerah terpencil untuk memperoleh layanan keadilan melalui sistem peradilan yang tersedia,” ujar Hatta.

Karena itu, Hatta Ali menilai keluarnya keputusan presiden tentang pendirian pengadilan baru ini bukan sekedar berkaitan dengan pemekaran wilayah, tetapi yang terpenting adalah pemenuhan kebutuhan akses masyarakat terhadap keadilan.

Semangat meningkatkan akses terhadap keadilan ini pula yang melatarbelakangi pemilihan Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud sebagai tempat peresmian. “Penetapan Melonguane sebagai tempat peresmian juga untuk mendukung langkah pemerintah dalam mendekatkan diri kepada para pencari keadilan khususnya di daerah-daerah perbatasan Indonesia,” ungkap Hatta Ali lebih jauh.

Kebutuhan akan akses terhadap keadilan tersebut—lanjut Hatta Ali—menjadi demikian penting ketika pengembangan wilayah, termasuk perbatasan yang bukan hanya diwarnai dengan pengembangan pusat-pusat ekonomi baru dan hadirnya orang-orang untuk menikmati buah dari pembangunan tersebut, tetapi juga gesekan-gesekan sosial yang dapat menjadi masalah hukum.

“Dalam konteks demikian, lembaga peradilan menjadi sebuah kebutuhan agar ketertiban di wilayah perbatasan tetap terjaga dan usaha-usaha untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat bisa dilaksanakan tanpa mengalami kendala,” ujar pria yang pernah menjadi hakim di 3 (tiga) wilayah di Sulawesi Utara ini.    

Diamini Bupati Kepulauan Talaud

Pentingnya kehadiran pengadilan di daerah-daerah terpencil juga diamini oleh Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip. Ia menceritakan dengan keadaan masyarakat Kepulauan Talaud yang harus berperkara jauh ke Tahuna, Kepulauan Sangihe.

“Untuk sampai ke Tahuna, masyarakat Kepulauan Talaud harus naik kapal laut menuju Manado terlebih dahulu, lalu melanjutkan perjalanan dengan kapal laut lagi ke Tahuna. Bisa dibayangkan betapa beratnya perjuangan masyarakat mencari keadilan,” ujar Sri Wahyumi.

Akibat dari jarak tempuh yang demikian jauh ini, lanjut Sri Wahyumi, nilai obyek perkara bisa naik dua kali lipat. “Jika yang disengketakan sebidang tanah dengan nilai 50 juta, bisa jadi nilainya akan naik menjadi 100 juta akibat biaya transportasi yang mahal,” ujarnya memberikan illustrasi.

Dengan diresmikannya Pengadilan Negeri Melonguane, Sri Wahyumi berterima kasih kepada Ketua Mahkamah Agung dan jajarannya. “Masyarakat kami akan sangat terbantu dengan adanya pengadilan di wilayah kami,” pungkas Sri Wahyumi yang akan mengakhiri jabatannya tahun depan. (Humas/MN/RS)

 




Kantor Pusat