KETUA MA: TANPA INTEGRITAS TIDAK ADA KEPEMIMPINAN
Jakarta - Humas: “Pemimpin yang berintegritas merupakan aset dalam membangun kepercayaan. Tanpa integritas tidak mungkin ada kepercayaan, tanpa kepercayaan berarti tidak ada kepemimpinan”.
Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., dihadapan para hakim dari seluruh Indonesia saat memberikan pembinaan yang digelar secara hybrid pada Rabu, 19 Februari 2025. Acara yang berlangsung di Balairung Mahkamah Agung ini mengusung tema “Kepemimpinan dan Integritas”.
Ketua MA menyatakan bahwa saat ini Mahkamah Agung masih menghadapi tantangan kepercayaan publik dan kewibawaan institusi. Tantangan ini bersumber pada aspek kepemimpinan dan integritas yang membawa imbas bukan hanya pada mereka yang tersandung masalah, tetapi juga terhadap semua pihak yang telah bekerja keras untuk menjaga marwah peradilan.
Menurut Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya tersebut, Pimpinan Mahkamah Agung sepakat untuk terus berupaya menuntaskan permasalahan tersebut.
‘’Kita terus berupaya mewujudkan pondasi kelembagaan yang lebih kuat, agar kelak kita bisa meninggalkan legacy peradilan yang lebih efektif, independen, dan berwibawa,” katanya.
Ia menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman yang dimiliki saat ini bersumber dari kepercayaan publik. Tanpa kepercayaan, putusan yang ada hanya akan menjadi teks hukum yang tidak bermakna bagi masyarakat.
“Saya meminta kepada semuanya agar menjaga etika profesi dan tidak menodai Lembaga,” tegasnya.
Ia yang pernah menjabat Ketua Badan Pengawasan MA itu menegaskan bahwa para oknum yang merusak etika profesi hakim bukan hanya akan merusak dirinya, namun juga meruntuhkan nama baik Lembaga dan orang-orang yang ada di dalamnya.
Pada Pembinaan kali ini, Mahkamah Agung menghadirkan dua narasumber ternama, yaitu Erry Riyana Hardjapamekas dan Prof. Rhenald Kasali. Erry Riyana Hardjapamekas, dikenal sebagai anggota generasi pertama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai mantan Wakil Ketua KPK, Erry telah berkontribusi besar dalam membangun sistem tata kelola yang transparan dan akuntabel. Dalam paparannya, ia menekankan bahwa seorang pemimpin di lingkungan peradilan harus memiliki tujuh kecerdasan baru, agar kepemimpinan bisa lebih adaptif, 7 keceerdasan baru itu adalah:
- Kecerdasan teknologi
- Kecerdasan sosial dan emosional
- Kecerdasan kontekstual
- Kecerdasan moral
- Kecerdasan generative
- Kecerdasan eksploratif dan transformasional
- Kecerdasan ekosistem
Sementara itu, Prof. Rhenald Kasali, seorang guru besar dan pakar manajemen perubahan, menyampaikan materi tentang “Tantangan Dunia Baru Kita”. Ia menguraikan berbagai tantangan yang dihadapi pemimpin di era sekarang. Baginya para pemimpin harus bisa beradaptasi dengan perubahan yang ada, seperti perubahan dari manual ke digital, dari sosial ke individual, dan lain-lain. Baginya, para pemimpin masa kini harus memiliki persiapan yang baik, seperti:
- Membangun budaya baru, profesionalisme, dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Tingkatkan rasa memiliki Lembaga.
- Kendalikan kehidupan dan karir.
- Lakukan perubahan (atomic habit): Perubahan kecil jika dilakukan setiap hari, maka akan melakukan perubahan besar
- Integritas adalah benih untuk mendapatkan kepercayaan (trust). Dengan integritas akan mendapat kepercayaan. Seperti gelar yang disandang oleh Nabi Muhammad, Al-Amin.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua MA juga mengajak para hakim untuk terus memperkuat komitmen terhadap nilai-nilai keadilan dan profesionalisme. Ia menekankan bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang hakim tidak hanya dituntut untuk memahami hukum secara mendalam, tetapi juga harus mampu menjadi teladan dalam menjunjung tinggi etika dan moralitas.
Lebih lanjut, Ketua MA menyampaikan bahwa kepemimpinan dalam dunia peradilan bukan sekadar soal jabatan, tetapi lebih kepada tanggung jawab besar dalam menegakkan hukum dengan jujur dan adil. Ia meminta kepada para pemimpin peradilan untuk bisa memberikan pelayanan berkarakter, pelayanan yang tidak mengharapkan imbalan, namun pelayanan yang diberikan dengan menyertakan nilai transendental sehingga pekerjaan dilakukan dengan tulus ikhlas dan bernilai ibadah.
Dengan adanya pembinaan ini, diharapkan seluruh hakim di Indonesia semakin memahami pentingnya kepemimpinan yang berlandaskan integritas serta mampu menerapkannya dalam praktik peradilan.
Kegiatan pembinaan merupakan agenda rutin pimpinan Mahkamah Agung guna meningkatkan kualitas kepemimpinan di lingkungan peradilan, sehingga mampu memberikan pelayanan hukum yang lebih baik bagi masyarakat.
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, Hakim Adhoc, Pimpinan Pengadilan Tingkat Banding, Pimpinan Pengadilan Tingkat Pertama, serta seluruh aparatur peradilan dari seluruh Indonesia. (azh/RS/Photo: Bly, Adr, Alf)