Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Jumat, 17 Desember 2021 11:35 WIB / Azizah

KETUA MAHKAMAH AGUNG: KEPERCAYAAN PUBLIK TIDAK BISA DIRAIH TANPA KEKOMPAKAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG: KEPERCAYAAN PUBLIK TIDAK BISA DIRAIH TANPA KEKOMPAKAN

Surabaya-Humas:  Membangun kepercayaan publik ibarat menyalakan api di atas tungku yang basah, sulit menyala, namun mudah untuk padam. Oleh karena itu, perlu kerja keras untuk membangunnya dan kekompakan untuk menjaganya.

Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H., pada acara Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial pada 17 Desember 2021 di hotel Shangrila, Surabaya.

Acara yang dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, dihadiri oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Wakil Ketua Mahkamah Agung bIdang Non-Yudisial, para Ketua Kamar, para Hakim Agung, para Hakim Ad-hoc, para Pejabat Eselon I dan II Mahkamah Agung, dan para ketua Pengadilan Tingkat Banding di seluruh Indonesia. Acara ini diikuti pula oleh ratusan warga peradilan dari seluruh Indonesia secara virtual.

https://www.mahkamahagung.go.id/cms/media/9780

Pada kesempatan tersebut, Guru Besar Universitas Diponegoro menyampaikan beberapa poin penting, di antaranya :

Pertama, mengenai implementasi hasil Rumusan Pleno Kamar Mahkamah Agung tahun 2021. Ia berharap agar para hakim dan aparatur peradilan di seluruh Indonesia dapat memedomani hasil rumusan pleno kamar dalam pelaksanaan tugas-tugas peradilan, maupun tugas kesekretariatan.

“Jika para hakim secara konsisten menerapkan setiap rumusan pleno kamar yang telah ditetapkan,  maka upaya untuk mewujudkan kesatuan hukum dan konsistensi putusan dapat dibangun sejak mulai dari pengadilan tingkat pertama, karena kesatuan hukum dan konsistensi putusan sangat diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum yang berkeadilan bagi para pencari keadilan. Perbedaan sikap dan cara pandang dari para hakim terhadap isu hukum yang sama akan menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum,” terang Prof. Syarifuddin.

Poin kedua yaitu mengenai regulasi penanganan tindak pidana perpajakan. Secara substansi, terdapat 4 (empat) hal yang perlu di perhatikan oleh para hakim yang menangani perkara tindak pidana di bidang perpajakan, sebagai berikut:

1. Dalam tindak pidana perpajakan, subjek hukumnya termasuk orang pribadi dan korporasi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum. Bagi subjek hukum korporasi, selain dijatuhkan pidana denda dapat dijatuhkan pidana tambahan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Dalam hal diajukan praperadilan terhadap penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan perkara praperadilan adalah Pengadilan Negeri dalam daerah hukum tempat kedudukan penyidik atau penuntut umum.

3. Ketika korporasi mengalami pailit dan/atau bubar, maka tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana pengurusnya dan/atau pihak lain atas tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan pada saat terjadinya tindak pidana.

4. Dalam tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dijatuhkan pidana percobaan. Hal tersebut didasarkan pada alasan bahwa jika terdakwa tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajaknya sampai dengan perkaranya dilimpahkan ke pengadilan, maka terdakwa dipandang sebagai wajib pajak yang tidak beritikad baik Rumusan pleno kamar.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Mahkamah Agung juga menyampaikan tentang pembentukan Pengadilan Tingkat Banding pada Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

Ia mengatakan bahwa Pada tanggal 7 Desember 2021 yang lalu telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, tiga Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan 13 Pengadilan Tingkat Banding yang terdiri atas empat Pengadilan Tinggi, lima Pengadilan Tinggi Agama, dan empat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Dengan terbentuknya beberapa pengadilan tingkat banding tersebut, diharapkan bisa lebih mendekatkan akses keadilan kepada masyarakat para pencari keadilan. (azh/RS)

 




Kantor Pusat