KECERDASAN BUATAN DALAM PERADILAN: Menegaskan Supremasi Nurani Hakim di Era Algoritma (Perspektif Filosofis-Praktis Menjelang Implementasi KUHP Nasional 2026)
KECERDASAN BUATAN DALAM PERADILAN: Menegaskan Supremasi Nurani Hakim di Era Algoritma
(Perspektif Filosofis-Praktis Menjelang Implementasi KUHP Nasional 2026)
A S Pudjoharsoyo (Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia)
PENDAHULUAN
Indonesia tengah berada di persimpangan sejarah transformasi peradilan yang sangat fundamental. Di satu sisi, kita menyambut momentum bersejarah dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional) pada 2 Januari 2026, yang membawa paradigma baru dalam sistem pemidanaan Indonesia. Di sisi lain, revolusi teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) merambah hampir seluruh sektor kehidupan, termasuk ruang sidang yang selama ini identik dengan toga hitam, palu, dan tumpukan berkas perkara.
Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menunjukkan kepemimpinan progresif dalam transformasi digital melalui e-Court, e-Litigation, Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), dan Direktori Putusan yang telah memberikan transparansi dan efisiensi luar biasa. Namun, kini kita sampai pada titik kritis: sejauh mana AI boleh berperan dalam pertimbangan substansial putusan hakim?
Ini bukan lagi persoalan administratif atau teknis, melainkan menyentuh jantung filosofis peradilan: keadilan, kebijaksanaan, dan tanggung jawab moral.
Tulisan ini berupaya mengurai dilema tersebut dari perspektif filosofis dan praktis, dengan mengintegrasikan perkembangan hukum pidana nasional terkini, pembelajaran dari praktik global, serta memberikan arahan strategis bagi ekosistem peradilan Indonesia dalam menghadapi era algoritma.
Untuk membaca artikel, silakan klik tautan di bawah ini.