PERBEDAAN PENDAPAT ADALAH RAHMAT
Humas - Jakarta, 8 Desember 2018.
Imam Safi’i mengemukakan bahwa : Pendapatku benar, tetapi memiliki kemungkinan untuk salah, sedangkan pendapat orang lain salah, tetapi memiliki kemungkinan untuk benar. Pendapat bijak tersebut menunjukkan, bahwa kebenaran itu relative dan tidak mutlak.
Adanya perbedaan pendapat antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, terkadang menimbulkan kesan, seolah terjadi pertentangan diantara dua Lembaga negara. Meskipun pendapat atau kesimpulan tersebut masing-masing telah melalui proses metodologis, tetapi tetap saja bagi yang tidak paham menimbulkan kesan seolah dasarnya adalah suka atau tidak suka.
Contoh : Biasanya orang yang melakukan kejahatan pasti dihukum. Pernyataan ini benar apabila terbukti benar. Sedangkan dalam hukum, tidak selalu orang yang perbuatannya memenuhi unsur tidak pidana dapat dijatuhi hukuman. Dalam hukum dikenal dengan alasan pembenar dan alasan pemaaf, mungkin juga ada upaya membela diri maupun situasi dan kondisi yang terpaksa harus berbuat “demikian”. Kemungkinan lain perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perbuatan hukum perdata.
Perbedaan pendapat menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah / kasus tidak dapat dilakukan generalisasi. Setiap masalah / kasus memiliki karakteristik yang berbeda / kasusistik. Apabila melakukan generalisasi terhadap suatu masalah / kasus yang substansinya terdapat perbedaan perbedaan maka akan melahirkan kesesatan. Premis mayor kemungkinan benar, pengujian terhadap premis minor yang harus sangat hati hati, karena berpengaruh pada konklusi atau kesimpulan.
Perbedaan pendapat / kesimpulan dalam segala sesuatu secara metodologis merupakan hal yang wajar dan tidak perlu disikapi berlebihan. Perbedaan tersebut dapat bersumber dari perbedaan data, penalaran atau proses penyimpulan. Perbedaan juga dapat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi serta kearifan local. Perbedaan juga dapat timbul dari sudut kepentingan maupun tujuan yang tersembunyi.
Suatu hal yang harus dipahami, bahwa perbedaan pendapat / kesimpulan harus tetap memberikan ruang untuk dilakukan pengkajian secara obyektif. Salah benar bukanlah yang menentukan, tetapi proseslah yang seharusnya menjadi kajian akademis. Kesimpulan bukan merupakan jawaban terakhir yang bersifat absolut, melainkan merupakan hipotesis yang selalu membuka ruang untuk pengkajian demi memperoleh kebenaran hakiki.
Perbedaan pendapat / kesimpulan harus tetap dihargai dan dihormati sepanjang telah dilakukan usaha dengan sangat bersungguh-sungguh menggunakan semua kesanggupan dalam menetapkan suatu hukum ( ijtihat). Terjadinya perbedaan pendapat menunjukkan adanya dinamika berfikir , menunjukkan ekesistensi dan mendorong pengembangan ilmu pengetahuan serta perbedaan pendapat adalah rahmat yang harus disyukuri.
Karo Hukum dan Humas MA-RI.