KETUA MAHKAMAH AGUNG DiANUGERAHI GELAR PEMIMPIN PERUBAHAN
Jakarta – Humas : Apresiasi dan penghargaan atas keberhasilan meraih predikat Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) kepada 205 unit kerja pemerintahan yang berlangsung Senin (10/12/2018) kemarin juga disertai dengan pemberian penghargaa kepada 7 (tujuh) pimpinan lembaga yang unit-unit kerja tersebut. Ketujuh pimpinan lembaga tersebut, adalah Moermahadi Soerja Djanegara (Ketua Badan Pemeriksa Keuangan), YM. Prof. DR. Muhammad Hatta Ali, S.H., M.H. (Ketua Mahkamah Agung), Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Yasonna Laoly (Menteri Hukum dan HAM), Muhammad Prasetyo (Jaksa Agung), Tito Karnavian (Kapolri) dan Airlangga Hartanto (Menteri Perindustrian). Ketujuh pimpinan lembaga tersebut dianugerahi gelar Pemimpin Perubahan.
Gelar Pemimpin Perubahan ini diberikan kepada 7 pimpinan lembaga tersebut dengan pertimbangan bahwa pemimpin ini dinilai memiliki komitmen dalam melakukan perubahan untuk menjaga tata kelola pemerintahan lebih baik di instansinya. Selain itu, penganugerahan tersebut diberikan atas pertimbangan keberhasilan mereka mendorong pembangunan zona integritas secara massif dan terkoordinir.
Atas penganugarahan gelar pemimpin perubahan tersebut, Mahkamah Agung melalui Sekretarisnya, A. S. Pudjoharsoyo menyampaikan ucapan terima kasih atas pemberian gelar tersebut. “Paling tidak, ini merupakan pengakuan terhadap upaya-upaya reformatif yang telah dilakukan oleh Mahkamah Agung beserta badan-badan peradilan dibawahnya,” ujar Pudjoharsoyo.
Langkah-Langkah Reformasi Birokrasi
Di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, ikhtiar untuk melaksanakan reformasi birokrasi melalui pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) telah diupayakan melalui berbagai langkah dan pendekatan.
Langkah-langkah tersebut, menurut Pudjoharsoyo meliputi pelaksanaan sertifikasi akreditasi penjaminan mutu (SAPM), pengembangan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), implementasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), pengunggahan putusan pengadilan yang sudah mencapai lebih dari tiga juta putusan, implementasi pengadilan elektronik (e-court) untuk menunjang terwujudnya asas peradilan cepat, sederhana dan berbiaya ringan serta kemudahan berusaha (ease of doing business), pengembangan sistem informasi kepegawaian (SIKEP) terintegrasi, proses mempertahankan pencapaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan penilaian mandiri reformasi birokrasi yang pada tahun 2018 mencapai nilai 88,43 atau meningkat dari 74,05 pada tahun 2017, 74,42 pada tahun 2016, 73,44 pada tahun 2015 dan 48,33 pada tahun 2014.
Akreditasi Pengadilan, Ruh Reformasi Birokrasi
Untuk melaksanakan reformasi birokrasi di pengadilan, akreditasi pengadilan merupakan salah satu langkah strategisnya. Menurut Pudjoharsoyo, kebijakan akreditasi telah memberikan dampak positif dalam kinerja pelayanan pengadilan kepada masyarakat.
“Kebijakan akreditasi telah memberikan warna tersendiri sehingga badan peradilan di seluruh Indonesia telah mereformasi diri untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya masyarakat para pencari keadilan,” lanjut Pudjoharsoyo.
Dengan kontribusi akreditasi terhadap peningkatan kualitas pelayanan di pengadilan, Pudjoharsoyo menyebutnya sebagai ruh dari reformasi birokrasi di pengadilan. “Dengan adanya akreditasi sebagai ruh dari reformasi birokrasi, maka akan terbangun suatu birokrasi yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat,” imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, implementasi akreditasi penjaminan mutu memiliki 3 (tiga) fokus utama yakni fokus pimpinan, manajemen proses dan pengguna. Fokus pimpinan berorientasi pada kemampuan pimpinan pengadilan dalam menterjemahkan dan mengimplementasikan segala kebijakan yang dibuat oleh organisasi/lembaga. Fokus manajemen proses berorientasi pada bagaimana seluruh unsur di pengadilan bersinergi dalam menjalankan kinerja utama dan juga kinerja pendukung. Adapun fokus pengguna berorientasi pada pelayanan yang diberikan pengadilan kepada pengguna pengadilan.
Hingga saat ini hampir seluruh unit organisasi pengadilan di Indonesia telah terakreditasi. Di lingkungan peradilan umum untuk pengadilan tinggi seluruhnya sudah terakreditasi dan mencapai nilai “A (Excellent)” dan pengadilan negeri sudah seluruhnya terakreditasi, pengadilan negeri yang sudah mecapai “A (Excellent)” sebanyak 296 (84%) dan yang mencapai “B (Good Performance)” sebanyak 55 (15,6). Adapun lingkungan peradilan lainnya saat ini tengah merampungkan proses akreditasi tersebut.
Kedepan, pengadilan-pengadilan yang telah memperoleh akreditasi A (Excellent) tersebut didorong untuk mengikuti penilaian Zona Integritas agar jumlah unit kerja pengadilan yang meraih predikat Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani terus bertambah. (Humas/Mohammad Noor / RS )