URGENSI PENYUSUNAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG HAK UJI PENDAPAT
Jakarta – Humas : Rabu, 8 Maret 2023 bertempat di Ballroom Hotel Grand Mercure Gadjah Mada, Pusat Litbang Kumdil Mahkamah Agung menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Rancangan Peraturan Mahkamah Agung Tentang Pedoman Beracara Dalam Memutus Pendapat DPRD Terkait Pemberhentian Kapala Daerah/ Wakil Kepala Daerah oleh Mahkamah Agung”. Dalam acara ini hadir Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara MA RI DR.H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., M.H, Hakim Mahkamah Konstitusi RI Prof. Dr. Sadli Isra, S.H., M.P.A., dan Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Dr. Mohammad Syaiful Aries, S.H., M.H., LL.M.
Acara ini merupakan FGD awal dari rangkaian kegiatan penyusunan Naskah Urgensi Rancangan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracara Dalam Memutus Pendapat DPRD terkait Pemberhentian Kapala Daerah/ Wakil Kepala Daerah oleh Mahkamah Agung yang dikoordinatori oleh Kusman, S.IP., S.H., M.Hum. Dalam sambutan pembuka, Kepala Puslitbang Kumdil MA RI Dr.H. Andi Akram, S.H., M.H. menyampaikan bahwa meski secara umum Mahkamah Agung telah berhasil dengan baik menyelesaikan perkara terkait Pemberhentian Kapala Daerah/ Wakil Kepala Daerah oleh Mahkamah Agung, namun proses pengujian pendapat DPRD oleh Mahkamah Agung masih menyisakan problematika karena belum adanya hukum acara yang mengatur. Untuk itu perlu disusun Rancangan Peraturan Mahkamah Agung yang mengatur mekanisme pengujian pendapat DPRD oleh Mahkamah Agung.
Dalam sesi pemaparan, para narasumber secara bergantian memberikan paparan dan masukan dalam penyusunan naskah urgensi tersebut. Hakim Agung DR.H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., M.H, diantaranya menyampaikan bahwa selama ini belum ada peraturan tentang mekanisme pemeriksaan tehadap pendapat DPRD terkait pemberhentian kapala daerah/ wakil kepala daerah dan masih mangacu pada hukum acara hak uji materiil di Mahkamah Agung, sehingga perlu ditetapkan peraturan yang khusus mengatur tentang uji pendapat. Sebagai masukan, Hakim Agung DR.H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., M.H juga mengusulkan agar rancangan Perma ini sebaiknya mencakup pengaturan tentang mekanisme hak uji pendapat pemerintah pusat terkait pemberhentian kepala daerah/ wakil kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 81 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Sadli Isra, S.H., M.P.A. memaparkan tentang prinsip hukum terkait pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah dan perlunya lembaga ketiga diberi kewenangan untuk menilai keabsahan legislative untuk memberhentikan eksekutif. Prof. Dr. Sadli Isra, S.H., M.P.A. juga memberi usulan agar sidang pemeriksaan pendapat DPRD terkait pemberhentian kepala daerah/ wakil kepala daerah oleh MA dapat digelar secara terbuka sebagaimana yang dilakukan di Mahkamah Konstitusi. Dengan pertimbangan bahwa perkara ini bersifat contentiosa sehingga proses persidangan harus dilakukan seperti proses untuk menilai kasus konkret yang dilakukan pada persidangan tingkat pertama. Selain itu juga memberi ruang bagi publik untuk mengurangi syak wasangka.
Dengan mengambil contoh konkrit perkara hak uji pendapat, Dr. Mohammad Syaiful Aries, S.H., M.H., LL.M. menyampaikan bahwa dalam putusan tersebut Mahkamah Agung telah mempertimbangkan kesempatan kepala daerah/wakil kepala daerah untuk menjawab interpelasi DPRD. Namun, dalam UU Pemerintahan daerah tidak mengatur mekanisme pembelaan diri dalam proses pemberhentian kepada daerah/wakil kepala daerah, sehingga perlu untuk mengatur mekanisme pembelaan diri dalam PERMA sebagai penerapan asas proporsionalitas penyelenggara negara. Pemberian kesempatan pembelaan diri tersebut hendaknya imperatif, sehingga memiliki konsekuensi yuridis apabila tidak dilaksanakan.
Sesi diskusi yang dipandu oleh Dr. Sudarsono, S.H., M.H., kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab interaktif yang diikuti oleh peserta FGD yang berasal dari berbagai stake holder terkait, seperti lembaga legislatif, kementerian, pemerintahan daerah, asosiasi pemerintahan daerah, dan organisasi pemerhati pemilu, serta dari bagian kepaniteraan dan kesekretariatan Mahkamah Agung. Dalam kesempatan tersebut para peserta menyampaikan pertanyaan dan masukan, di antaranya pertanyaan terkait mekanisme pengajuan permohonan ke MA terkait pelanggaran sumpah jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah. Pertanyaan sekaligus usulan terkait administrasi pengajuan adalah dokumen apa saja yang dipersyaratkan dan agar nantinya jelas diatur dalam PERMA termasuk dalam hal pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah yang diusulkan dari Pemerintah Pusat. Pertanyaan lainnya terkait apakah dimungkinkan pemeriksaan dalam sidang terbuka didelegasikan kepada PTUN, namun untuk putusannya tetap di MA. Mengingat tahun lalu terdapat 23.000 perkara di Mahkamah Agung dan 7.000 diantaranya ada di Kamar Tata Usaha Negara.
Pada akhirnya, pemaparan dan diskusi dalam FGD ini telah menghasilkan gagasan dan usulan dari para narasumber dan seluruh peserta FGD yang akan menjadi bahan bagi tim penyusun dalam pembuatan naskah urgensi untuk selanjutnya menjadi bahan acuan bagi Mahkamah Agung dalam penyusunan PERMA tentang Pedoman Beracara Dalam Memutus Pendapat DPRD Terkait Pemberhentian Kapala Daerah/ Wakil Kepala Daerah. (Humas)