Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Lambang Mahkamah Agung Republik Indonesia
Berita / Senin, 10 September 2018 08:16 WIB / Azizah

SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG: E-COURT WUJUDKAN PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BERBIAYA RINGAN

SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG: E-COURT WUJUDKAN PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BERBIAYA RINGAN

Jakarta-Humas: Kebijakan Mahkamah Agung mengenai administrasi perkara secara elektronik di pengadilan yang kemudian melahirkan aplikasi pengadilan elektronik (e-court) memberikan kemudahan, dari segi pelayanan dan biaya kepada masyarakat untuk berperkara di pengadilan. Sehingga dapat dikatakan aplikasi tersebut dapat mewujudkan asas penyelenggaraan peradilan, yakni sederhana, cepat dan berbiaya ringan.

Demikian antara lain disampaikan oleh Sekretaris Mahkamah Agung, A.S. Pudjoharsoyo, S.H., M. Hum, saat memberikan pengarahan dalam acara Training of Trainers (ToT) Aplikasi E-Court Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Dibawahnya di Bekasi, Selasa (4/9/2018) yang lalu.

Diantara kemudahan yang dapat diberikan oleh aplikasi e-court, menurut Pudjoharsoyo, adalah kemudahan dalam pendaftaran perkara. “Mereka yang berdomisili di Jakarta, untuk berperkara di Jayapura, tidak perlu datang untuk mendaftar perkara, tetapi cukup diajukan dari Jakarta secara elektronik,” ujar Pudjoharsoyo memberikan contoh.

Kondisi ini, lanjut Pudjoharsoyo akan berbeda jauh dengan kondisi pengadilan di masa lalu. Masyarakat harus datang dari jauh-jauh tanpa mengetahui bagaimana tata cara yang harus ditempuh. Setelah itu, mereka harus bertemu dengan orang-orang yang menawarkan jasa, baik dari dalam pengadilan atau luar pengadilan. Ia memberikan contoh dengan sidang tilang yang dahulu banyak diwarnai dengan calo-calo perkara tilang. “Sampai-sampai, karena mereka tidak tahu saya Ketua Pengadilan, saat turun dari mobil ditawari jasa bantuan,” ujar mantan Ketua PN Jakarta Barat tersebut.

Selain itu, setelah dilakukan pendaftaran secara elektronik, pemanggilan untuk menghadiri persidangan juga dilakukan secara elektronik kepada Penggugat yang mengajukan gugatan dan kepada Tergugat yang menyetujui dilakukan pemanggilan secara elektronik juga. Bahkan, pemanggilan kepada mereka yang berada di luar yurisdiksi pengadilan, cukup dilaksanakan secara elektronik dan pengadilan yang membawahi tempat tinggal pihak tersebut cukup diberikan tembusan. “Ini akan lebih cepat dan lebih murah bila dibandingkan dengan cara konvensional, lebih lambat tetapi lebih berbiaya,” sambung Pudjoharsoyo menjelaskan.

 

TUNTUTAN MASYARAKAT GLOBAL

Disisi yang lain, lanjut Pudjoharsoyo, adanya aplikasi pengadilan elektronik (e-court) merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat global. Hal mana dibuktikan dengan penilaian Bank Dunia mengenai kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia yang diantara indikatornya adalah ketersediaan mekanisme yang cepat dan tepat dalam menyelesaikan kontrak bisnis (enforcing contracts) dan ketersediaan mekanisme penyelesaian kepailitan (resolving insolvency).

“Adanya e-court ini tentunya mengarah kepada kemudahan berusaha,” ujar Pudjoharsoyo lebih jauh.

Selain diindikasikan dengan kemudahan, kecepatan, dan ringannya biaya sebagaimana disebutkan diatas, sisi kemudahan berusaha juga terlihat dalam jangka waktu pemberian salinan putusan kepada pihak berperkara. Dalam Pasal 17 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 disebutkan, khusus dalam perkara kepailitan/PKPU, salinan putusan/penetapan pengadilan dikirimkan kepada para pihak paling lambat 7 (tujuh) hari sejak putusan/penetapan tersebut dibacakan.

DIIMBANGI DENGAN KESIAPAN APARATUR PENGADILAN

Dengan gambaran tata kerja pengadilan elektronik (e-court) sebagaimana digambarkan tersebut, aparatur pengadilan juga harus bersiap dengan perubahan yang sedang digulirkan oleh Mahkamah Agung. Kesiapan tersebut, menurut Pudjoharsoyo, ditunjukkan dengan dengan dua cara.

Cara yang pertama, lanjut Pudjoharsoyo, adalah dengan bersikap positif terhadap perubahan yang tengah dilakukan. Ia mencontohkan dengan gagasan e-skum yang pernah dikembangkannya saat menjabat sebagai Ketua PN Pekanbaru. “Plesetan-plesetan yang bernada minor, seperti sebutan e-skum itu es teler, sesungguhnya kontra produktif dengan langkah perubahan yang terjadi,” ujarnya mencontohkan.

Cara yang kedua, menurut Pudjoharsoyo, adalah memahami dengan baik bahwa keberadaan e-court adalah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, khususnya pengguna terdaftar.

“Tugas saudara-saudara sebagai calon trainer untuk menjelaskan kepada aparatur pengadilan mengenai eksistensi pengadilan elektronik bagi pelayanan terhadap masyarakat pencari keadilan,” pungkas Pudjoharsoyo. (Humas/Mohammad Noor/RS)




Kantor Pusat